Arahan Pengendalian Pemanfaatan

Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Sumatera Selatan

Peraturan Daerah No.6 Tahun 2024 tentang RTRW Provinsi Sumsel 2024-2044

Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi meliputi:

  1. indikasi arahan zonasi sistem provinsi;
  2. penilaian pelaksanaan pemanfaatan ruang;
  3. arahan insentif dan disinsentif; dan
  4. arahan sanksi.

Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi disusun dengan kriteria:

  1. Berdasarkan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang;
  2. Mempertimbangkan penetapan kawasan strategis provinsi;
  3. Mempertimbangkan permasalahan, tantangan dan potensi yang dimiliki wilayah provinsi;
  4. Terukur, realistis dan dapat diterapkan;
  5. Mempertimbangkan aspirasi masyarakat dalam penetapannya;
  6. Melindungi kepentingan umum; dan
  7. Mengacu pada peraturan perundang-undangan.

7.1. INDIKASI ARAHAN ZONASI SISTEM PROVINSI

Indikasi arahan zonasi sistem provinsi adalah arahan dalam penyusunan ketentuan umum zonasi yang lebih detail dan sebagai acuan bagi pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi terutama pada kawasan strategis provinsi dan kawasan sekitar jaringan prasarana wilayah provinsi.

Indikasi arahan zonasi sistem provinsi berfungsi:

  1. sebagai dasar pertimbangan dalam pengawasan penataan ruang;
  2. menyeragamkan arahan zonasi di seluruh wilayah provinsi untuk peruntukan ruang yang sama; dan
  3. sebagai dasar pemberian kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut.

Indikasi arahan zonasi sistem Provinsi Sumatera Selatan berisikan:

  1. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat dan kegiatan yang tidak diperbolehkan pada setiap kawasan yang mencakup ruang darat, laut, udara dan dalam bumi;
  2. intensitas pemanfaatan ruang pada setiap kawasan;
  3. sarana dan prasarana minimum sebagai dasar fisik lingkungan guna mendukung pengembangan kawasan agar dapat berfungsi secara optimal;
  4. arahan pemanfaatan ruang pada kawasan yang dilewati oleh sistem jaringan sarana dan prasarana wilayah provinsi mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
  5. ketentuan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan wilayah provinsi dalam mengendalikan pemanfaatan ruang, seperti:
    1. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP);
    2. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B);
    3. Kawasan rawan bencana;
    4. Kawasan sempadan;
    5. Kawasan gambut;
    6. Kawasan pertambangan mineral dan batubara; dan
    7. Kawasan pertambangan minyak dan gas bumi.

Indikasi arahan zonasi sistem Provinsi Sumatera Selatan meliputi indikasi arahan zonasi struktur ruang,indikasi arahan zonasi pola ruang dan ketentuan khusus. Indikasi arahan zonasi struktur ruang dijelaskan pada Tabel 7.1 dan indikasi arahan zonasi pola ruang pada Tabel 7.2, serta peta ketentuan khusus pada Gambar 7.1 sampai dengan Gambar 7.9.

 

Tabel 7.1 Indikasi Arahan Zonasi Struktur Ruang

Struktur Ruang

IAZ SISTEM PROVINSI

Kegiatan Pemanfaatan Ruang

Intensitas Pemanfaatan Ruang

Sarana Prasarana Minimum

Ketentuan Lainnya

diperbolehkan

Diperbolehkan dengan syarat

Tidak diperbolehkan

A. Sistem Pusat Permukiman

Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

► Pemanfaatan Ruang untuk pelayanan kegiatan berskala nasional, regional dan internasional dan/atau antar provinsi sesuai dengan fungsi Kawasan yang didukung infrastruktur dalam memantapkan fungsi PKN;

► Pemanfaatan Ruang untuk penunjang Kawasan terpadu perdagangan dan jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;

► pengembangan fungsi Kawasan Perkotaan sebagai pusat permukiman dengan intensitas Pemanfaatan Ruang tingkat rendah, menengah hingga tinggi dengan kecenderungan pengembangan ruang secara vertikal dan tetap memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan;

► Pemanfaatan Ruang yang menyebabkan gangguan terhadap berfungsinya Sistem Pusat Permukiman dan sistem jaringan prasarana serta Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai atau dapat menurunkan kualitas lingkungan permukiman perkotaan;

► mempertimbangkan fungsi ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

► penyediaan sarana dan prasarana minimum sesuai standar pelayanan minimal

► pada PKN yang wilayahnya memiliki kemampuan rendah dalam penyediaan air, pengembangan kawasan perkotaan harus didukung dengan upaya pengawetan air, yaitu dengan pengelolaan kuantitas air permukaan melalui pengendalian aliran permukaan, pemanenan air hujan, serta peningkatan kapasitas infiltrasi tanah; dan

► pada PKN yang wilayahnya memiliki kemampuan rendah dalam pemurnian air dan pengolahan limbah, pengembangan kawasan perkotaan harus didukung dengan penerapan dan pengembangan teknologi pengelolaan limbah yang ramah lingkungan;

► pada PKN yang wilayahnya berada pada fungsi ekosiste gambut lindung, pengembangan kawasan perkotaan tidak diperbolehkan lakukan kegiatan yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut; wajib mempertahankan areal FEG lindung yang masih dalam kondisi alami; dan diperbolehkan untuk melakukan kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan/atau jasa lingkungan.

Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

► Pemanfaatan Ruang untuk pelayanan kegiatan berskala lintas Kabupaten/Kota yang didukung dengan infrastruktur yang dibutuhkan untuk memantapkan fungsi PKW;

► Pemanfaatan Ruang untuk penunjang Kawasan terpadu perdagangan dan jasa sesuai dengan ketentuan perundangundangan;

► Pengembangan fungsi Kawasan Perkotaan sebagai pusat permukiman dengan intensitas Pemanfaatan Ruang tingkat menengah yang berkelanjutan, melalui pengendalian pengembangan hunian horizontal dengan tetap memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan di masingmasing Kabupaten/Kota;

► Pemanfaatan Ruang yang menyebabkan gangguan terhadap berfungsinya Sistem Pusat Permukiman dan sistem jaringan prasarana serta Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai atau dapat menurunkan kualitas lingkungan permukiman perkotaan;

► Mempertimbangkan fungsi ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

► penyediaan sarana dan prasarana minimum sesuai standar pelayanan minimal

► pada PKW yang wilayahnya memiliki kemampuan rendah dalam penyediaan air, pengembangan Kawasan Perkotaan harus didukung dengan upaya pengawetan air yaitu dengan pengelolaan kuantitas air permukaan melalui pengendalian aliran permukaan, pemanenan air hujan serta peningkatan kapasitas infiltrasi tanah;

► pada PKW yang wilayahnya memiliki kemampuan rendah dalam pemurnian air dan pengolahan limbah, pengembangan Kawasan Perkotaan harus didukung dengan penerapan dan pengembangan teknologi pengelolaan limbah yang ramah lingkungan;

► pada PKW yang wilayahnya berada pada Fungsi Ekosistem Gambut Lindung, pengembangan Kawasan Perkotaan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut wajib mempertahankan areal FEG lindung yang masih dalam kondisi alami dan diperbolehkan untuk melakukan kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan dan/atau jasa lingkungan;

► Pengendalian Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan ekonomi antar Kabupaten/Kota. pemanenan air hujan, serta peningkatan kapasitas infiltrasi tanah; dan

► pada PKN yang wilayahnya memiliki Kemampuan rendah dalam pemurnian air dan pengolahan limbah, pengembangan kawasan perkotaan harus didukung dengan penerapan dan pengembangan teknologi pengelolaan limbah yang ramah lingkungan;

► pada PKN yang wilayahnya berada pada fungsi ekosistem gambut lindung, pengembangan kawasan perkotaan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut; wajib mempertahankan areal FEG lindung yang masih dalam kondisi alami; dan diperbolehkan untuk melakukan kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan/ata u jasa lingkungan.

Pusat Kegiatan Lokal (PKL)

► Pemanfaatan Ruang untuk pelayanan kegiatan berskala Kabupaten/Kota atau beberapa kecamatan yang didukung dengan infrastruktur yang dibutuhkan memantapkan fungsi PKL;

► Pemanfaatan Ruang untuk penunjang Kawasan terpadu perdagangan dan jasa sesuai dengan ketentuan perundangundangan;

► Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan ekonomi berskala Kabupaten/Kota, yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan;

► Pengembangan fungsi Kawasan Perkotaan sebagai pusat permukiman dengan intensitas Pemanfaatan Ruang tingkat rendah sampai menengah dengan tetap memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan;

► Pemanfaatan Ruang yang menyebabkan gangguan terhadap berfungsinya Sistem Pusat Permukiman dan sistem jaringan prasarana serta Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai atau dapat menurunkan kualitas lingkungan permukiman perkotaan;

► Mempertimbangkan fungsi ekologis Kawasan, daya dukung dan daya Tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

► penyediaan sarana dan prasarana minimum sesuai Standar pelayanan minimal

► pada Kawasan di PKL yang status airnya telah terlampaui atau kemampuan wilayahnya rendah dalam penyediaan air, pengembangan Kawasan Perkotaan harus didukung dengan upaya pengawetan air yaitu dengan pengelolaan kuantitas air permukaan melalui pengendalian aliran permukaan, pemanenan air hujan serta peningkatan kapasitas infiltrasi tanah;

► pada PKL yang wilayahnya memiliki kemampuan rendah dalam pemurnian air dan pengolahan limbah, pengembangan Kawasan Perkotaan harus didukung dengan penerapan dan pengembangan teknologi pengelolaan limbah yang ramah lingkungan;

► pada PKL yang wilayahnya berada pada Fungsi Ekosistem Gambut Lindung, pengembangan Kawasan Perkotaan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut wajib mempertahankan areal FEG lindung yang masih dalam kondisi alami dan diperbolehkan untuk melakukan kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan dan/atau jasa lingkungan.

B. Sistem Jaringan Transportasi

B. 1 IAZ Jaringan Jalan

Jalan Umum

► pada ruang manfaat jalan kegiatan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan, penempatan bangunan utilitas dan pemanfaatan oleh moda transportasi lain bila diperlukan;

► pada ruang milik jalan di luar Ruang manfaat jalan pemanfaatan lahan di sepanjang sisi jalan sesuai dengan peruntukannya untuk kegiatan skala nasional, provinsi dan Kabupaten/ Kota dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi dengan mengikuti ketentuan pemanfaatan bagian-bagian jalan serta pelebaran badan jalan, kebutuhan Ruang pengamanan, RTH yang berfungsi sebagai lansekap jalan dan penunjang Kawasan terpadu perdagangan dan jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

► pada ruang pengawasan jalan di luar Ruang milik jalan untuk pandangan bebas pengemudi, pengamanan konstruksi jalan, pengamanan fungsi jalan dan pendirian fasilitas penunjang pada bagian-bagian jalan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;

► Pemanfaatan Ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan selain peruntukannya meliputi bangunan dan jaringan utilitas, iklan, media informasi dan aktivitas lainnya di dalam ruang milik jalan dengan syarat tidak mengganggu

► keamanan dan keselamatan pengguna jalan, tidak mengganggu pandangan pengemudi dan bebas konsentrasi pengemudi, tidak mengganggu fungsi dan konstruksi jalan serta bangunan pelengkapnya, tidak mengganggu dan mengurangi fungsi rambu– rambu dan sarana pengatur lalu lintas lainnya serta wajib memperoleh izin dari penyelenggara jalan sesuai kewenangannya;

► pada ruang milik jalan untuk pendirian bangunan khusus dengan syarat mengikuti ketentuan penetapan garis sempadan bangunan jalan;

► pada Ruang milik jalan diperbolehkan dengan syarat peletakan jaringan utilitas secara paralel dengan syarat tidak saling mengganggu fungsi antara prasarana dan memperoleh izin dari penyelenggara jalan;

► pada ruang pengawasan jalan di luar ruang milik jalan disesuaikan dengan peraturan zonasi pada fungsi zona sesuai ketentuan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang yang berlaku;

► alih fungsi lahan dapat dilakukan pada Kawasan berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; bebas pengemudi dan konsentrasi pengemudi, tidak mengganggu fungsi dan konstruksi jalan serta bangunan pelengkapnya, tidak mengganggu dan mengurangi fungsi rambu–rambu dan sarana pengatur lalu lintas lainnya serta wajib memperoleh izin dari penyelenggara jalan sesuai kewenangannya;

► pendirian bangunan dengan syarat mengikuti ketentuan penetapan garis sempadan bangunan jalan; dan

► kegiatan yang dapat mengganggu fungsi jalan, seperti terganggunya jarak atau sudut pandang, timbulnya hambatan samping yang menurunkan kecepatan atau menimbulkan kecelakaan lalu lintas serta terjadinya kerusakan prasarana bangunan pelengkap atau perlengkapan jalan;

► kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di ruang pengawasan jalan, termasuk mendirikan bangunan, sebagian dari bangunan atau garis sempadan bangunan di ruang pengawasan jalan;

► Pengendalian Pemanfaatan Ruang di sepanjang sisi jalan yang memiliki intensitas pergerakan tinggi dan dapat mengganggu kinerja fungsi jaringan jalan; kerusakan prasarana, bangunan pelengkap, atau perlengkapan Jalan.

► perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi Jalan di ruang pengawasan Jalan termasuk mendirikan bangunan, sebagian dari bangunan, atau garis sempadan bangunan di ruang pengawasan Jalan

► alih fungsi lahan yang bersifat lindung di sepanjang sisi jalan;

► mempertimbangkan fungsi Ruang ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional

► penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundangundangan;

► penyediaan sarana dan prasarana minimum sesuai standar pelayanan minimal;

► penyediaan sarana dan prasarana minimum sesuai standar pelayanan minimal;

► penerapan rekayasa teknis dalam pembangunan jalan di sekitar Kawasan rawan bencana dan Kawasan Konservasi koridor satwa;

► pengembangan atau pembangunan jalan wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; pembangunan jalan di sekitar kawasan rawan bencana dan konservasi koridor satwa.

Jalan Tol

► pengembangan prasarana pelengkap jalan dan pendirian bangunan dengan fungsi penunjang berkaitan dengan jalan tol sesuai ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku;

► pemanfaatan lahan di sepanjang jalan tol dengan pembatasan intensitas bangunan dan mengikuti ketentuan penetapan garis sempadan jalan tol serta sesuai dengan peruntukannya;

► pembangunan jalan akses tol masuk dan keluar serta interchange sesuai ketentuan peraturan undangan;

► alih fungsi lahan dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► memanfaatkan ruang milik jalan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan tanpa izin penyelenggara jalan;

► persimpangan sebidang dengan ruas jalan lain atau dengan prasarana transportasi lainnya;

► mempertimbangkan fungsi Ruang ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundangundangan;

► penyediaan sarana prasarana minimum berupa akses penghubung kawasan yang terpisahkan oleh pembangunan jalan tol;

► pengendalian jalan penghubung dari pintu keluar tol ke jalan non tol yang tidak menimbulkan kemacetan;

► setiap perencanaan dan pembangunan jalan tol perlu memperhatikan keseimbangan lingkungan;

► penerapan rekayasa memperhatikan teknis dalam pembangunan jalan tol di sekitar Kawasan rawan bencana dan Kawasan Konservasi koridor satwa;

► pada sistem jaringan jalan tol yang wilayahnya berada pada Fungsi Ekosistem Gambut Lindung, pengembangan sistem tersebut tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut wajib mempertahankan areal FEG lindung yang masih dalam kondisi alami dan diperbolehkan untuk melakukan kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan dan/atau jasa lingkungan;

(a) rencana kontingensi menghadapi kondisi darurat perang

►penyediaan ruas Jalan Tol yang dapat digunakan sebagai landasan pesawat tempur yang ditetapkan kemudian dalam Rencana Rinci Wilayah Pertahanan (RRWP);

►pengaturan sarana prasarana Jalan Tol yang mendukung operasionali sasi rencana kontingensi kondisi darurat perang pada Jalan Tol tersebut;

► pengembangan atau pembangunan jalan tol wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terminal

► pendirian bangunan dengan fungsi penunjang terminal bagi pergerakan orang, barang dan kendaraan;

► pendirian bangunan, tempat parkir kendaraan dan fasilitas penunjang aktivitas operasional jembatan timbang berupa tempat ibadah, toilet umum, kantin dan tempat istirahat pengemudi;

► untuk kegiatan pendukung aktivitas terminal berupa kantor, perdagangan jasa, fasilitas terminal berdasarkan skala pelayanan terminal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► kegiatan yang mengganggu kegiatan operasional terminal, keselamatan, keamanan, kenyamanan dan fungsi fasilitas utama serta fasilitas penunjang terminal;

► mempertimbangkan fungsi ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► berupa bangunan kantor pengelola terminal, jalur keberangkatan dan kedatangan, tempat parkir kendaraan, fasilitas pengelolaan lingkungan, fasilitas pengawasan keselamatan, jalur berkumpul darurat dan jalur evakuasi bencana dan fasilitas penunjang terminal serta pengembangan RTH yang memperhatikan fungsi dan Kawasan;

► pengembangan atau pembangunan terminal wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Jembatan Timbang

► pendirian fasilitas utama dan fasilitas penunjang jembatan timbang, lapangan penumpukan atau gudang penyimpanan;

► kegiatan pendukung aktivitas jembatan timbang selain fasilitas utama dan fasilitas penunjang jembatan timbang dengan persetujuan jembatan timbang;

► Pemanfaatan Ruang di dalam lingkungan kerja terminal yang tidak sesuai dengan fungsi jembatan timbang dan alih fungsi lahan yang bersifat lindung di sepanjang sisi jembatan timbang;

► tidak diperbolehkan kegiatan yang mengganggu aktivitas operasional jembatan timbang, keselamatan, keamanan dan kenyamanan fungsi fasilitas utama dan fasilitas penunjang jembatan timbang;

► mempertimbangkan fungsi Ruang ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundangundangan;

► jalan akses keluar masuk kendaraan;

► jalan sirkulasi di dalam wilayah operasional jembatan timbang;

► bangunan kantor petugas;

► landasan penimbangan;

► fasilitas sistem informasi penimbangan kendaraan;

► tempat parkir kendaraan; dan

► fasilitas penunjang;

► pengembangan atau pembangunan jembatan timbang wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B.2 IAZ Sistem Jaringan Kereta Api

Sistem Jaringan Kereta Api

► kegiatan pengoperasian kereta api dalam ruang manfaat jalur kereta api;

► kegiatan Kawasan terpadu perdagangan dan jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;

► kegiatan yang tidak membahayakan konstruksi jalan rel dan fasilitas operasi kereta api dengan izin dari pemilik jalur dalam ruang milik jalur kereta api dan ruang pengawasan jalur kereta api;

► Pemanfaatan Ruang pada jalur kereta api, ruang milik jalur kereta api dan ruang pengawasan jalur kereta api yang dapat mengakibatkan terganggunya kelancaran operasi kereta api dan keselamatan pengguna kereta api;

► mempertimbangkan fungsi Ruang ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► pengembangan jalur hijau atau RTH sepanjang jalur kereta api;

► bangunan stasiun;

► fasilitas naik/turun penumpang;

► tempat parkir;

► ruang untuk pelayanan penumpang (seperti ruang tunggu, ruang pembelian tiket, toilet dan mushola);

► jalur berkumpul darurat dan jalur evakuasi bencana;

► penerapan rekayasa teknis dalam pembangunan sarana dan prasarana kereta api di sekitar Kawasan rawan bencana;

► setiap perencanaan dan pembangunan jaringan kereta api wajib memperhatikan Kawasan Lindung dan Kawasan Konservasi serta memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan di masing- masing Kabupaten/Kota;

► pengembangan atau pembangunan jalur kereta api wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

B.3 IAZ Sistem Jaringan Sungai, Danau, dan Penyeberangan

Sistem Jaringan Sungai Danau dan Penyeberangan

► pembangunan sarana dan prasarana penunjang operasional alur pelayaran di sungai danau dan penyeberangan serta pembangunan dermaga;

► pembangunan pelabuhan sesuai skala pelayanan;

► pemanfaatan perairan yang berdampak pada keberadaan alur pelayaran sungai danau dan penyeberangan, termasuk Pemanfaatan Ruang di pelabuhan sungai danau dan penyeberangan;

► kegiatan yang dapat mengganggu keselamatan dan keamanan pelayaran;

► kegiatan di ruang udara bebas di atas perairan yang berdampak pada keberadaan alur pelayaran sungai danau dan penyeberangan;

► kegitan di bawah perairan yang berdampak pada keberadaan alur pelayaran sungai danau dan penyebrangan

► mempertimbangkan fungsi Ruang ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► penyediaan sarana prasarana minimum berupa fasilitas naik/turun penumpang.

► pengembangan atau pembangunan jaringan sungai danau dan penyeberangan wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B.4 IAZ Sistem Jaringan Transportasi Laut

PelabuhanLaut

► Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan kepelabuhanan dan yang menunjang aktivitas pelabuhan;

► Pemanfaatan Ruang untuk peningkatan sarana prasarana fasilitas pelabuhan;

► pengembangan sarana dan utilitas sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku;

► kegiatan yang mengganggu fungsi kawasan sesuai dengan ketentuan teknis dan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku;

(a) Pada kawasan pelabuhan perikanan, disusun dengan memperhatikan:

►diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk kegiatan pelabuhan perikanan dan yang menujang aktivitas pelabuhan perikanan;

►diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk pengembangan, pembangunan pelabuhan perikanan sesuai ketentuan teknis yang berlaku diperbolehkan pengembangan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan sesuai ketentuan teknis yang berlaku;

►diperbolehkan pengembangan dan pensinergian fungsi di pelabuhan perikanan sesuai dengan ketentuan teknis dan ketentuan perundang- undangan yang berlaku

►diperbolehkan bersyarat sarana dan utlitas sesuai ketentuan teknis yang berlaku;

►tidak diperbolehkan kegiatan yang mengganggu fungsi kawasan sesuai dengan ketentuan teknis dan ketentuan perundang- undangan yang berlaku;

(b) pengembangan pelabuhan laut harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan di masing-masing Kabupaten dan Kota;

(c) penerapan rekayasa teknis dalam pembangunan pelabuhan laut di sekitar kawasan rawan bencana dan kawasan konservasi laut .

(d) intensitas mempertimbangkan Pemanfaatan fungsi ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undang yang berlaku;

(e) pengembangan atau pembangunan jaringan transportasi laut wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(f) Rencana kontingensi menghadapi kondisi darurat perang dilakukan melalui:

►Penyediaan Pelabuhan Utama sebagai tempat berlabuhnya Kapal Perang Republik Indonesia (KRI);

►penyediaan sarana operasionalisasi prasarana rencana penunjang kontingensi pada Pelabuhan Utama tersebut;

Alur Pelayaran Laut

► kegiatan lalu lintas kapal dari dan/atau menuju pelabuhan;

► kegiatan penempatan dan pemeliharaan sarana bantu navigasi/pelayaran;

► kegiatan penetapan rute kapal tertentu (ship routering system); kegiatan penangkapan ikan pelagis dan demersal menggunakan alat tangkap yang bergerak;

► kegiatan wisata bahari atraktif;

► kegiatan yang selaras dengan pelestarian/perlindungan lingkungan;

► kegiatan pemeliharaan lebar dan kedalaman alur dengan syarat tidak mengganggu lalu lintas kapal;

► kegiatan penelitian dan pendidikan dengan syarat mendapatkan izin;

► penempatan pipa dan/atau kabel bawah laut dengan syarat tidak mengganggu fungsi alur pelayaran laut;

► kegiatan bernavigasi yang berdekatan dengan kawasan konservasi dengan menjaga kecepatan kapal sesuai ketentuan yang berlaku dan harus mendapatkan izin.

► kegiatan penangkapan ikan dengan alat tangkap statis;

► semua jenis kegiatan perikanan budidaya;

► kegiatan pemasangan rumah ikan dan alat bantu penangkapan ikan seperti rumpon serta terumbu karang buatan;

► kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak, aliran listrik, bius dan/atau bahan beracun, serta menggunakan alat tangkap yang bersifat merusak ekosistem;

► kegiatan pertambangan

► kegiatan pembuangan

► sampah dan limbah;

► mempertimbangkan fungsi Ruang ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► pengembangan atau pembangunan alur pelayaran laut wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B.5 IAZ Kawasan Sekitar Bandar Udara

Bandar Udara Umum dan Khusus

► kegiatan Operasional kebandarudaraan, kegiatan penunjang pelayanan jasa kebandarudaraan, penunjang pelayanan keselamatan operasi penerbangan, dan kegiatan pertahanan dan keamanan negara;

► pemanfaatan Ruang di sekitar bandar udara sesuai dengan kebutuhan pengembangan bandara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► pendirian bangunan serta kegiatan yang membahayakan keamanan dan keselamatan operasional penerbangan, membuat halangan (obstacle), dan/atau kegiatan lain yang mengganggu fungsi bandar udara; dan

► mempertimbangkan fungsi Ruang ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah dan limbah serta RTH;

► fasilitas keselamatan penerbangan;

► fasilitas keamanan;

► fasilitas sisi udara;

► fasilitas sisi darat;

► fasilitas penunjang.

► pengembangan atau pembangunan Bandar Udara Umum dan Bandar Udara Khusus wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B.6 IAZ Sistem Jaringan Energi

Sistem Jaringan Energi

► kegiatan terkait operasional dan pengembangan infrastruktur sistem jaringan energi dan sarana pendukungnya;

► meliputi bangunan perkantoran terkait operasional infrastruktur di dalam Kawasan beserta Pemanfaatan Ruang di sekitar sistem jaringan energi yang memperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan Kawasan di sekitarnya;

► Pemanfaatan Ruang bebas di sepanjang jalur sistem jaringan energi;

► pendirian bangunan di sekitar jaringan energi dengan resiko kebakaran tinggi seperti pom bensin dan tempat penimbunan bahan bakar;

► mempertimbangkan fungsi Ruang ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► pengembangan sistem jaringan energi harus menggunakan teknologi ramah lingkungan, memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta melakukan pemantauan dan evaluasi lingkungan berkelanjutan di masing-masing Kabupaten/Kota;

► pada sistem jaringan energi yang wilayahnya berada pada Fungsi Ekosistem Gambut Lindung tidak diperbolehkan melakukan mengakibatkan terlampauinya kegiatan kriteria yang baku kerusakan ekosistem gambut wajib mempertahankan areal FEG lindung yang masih dalam kondisi alami dan diperbolehkan untuk melakukan kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan dan/atau jasa lingkungan;

► ketentuan pembangunan jaringan gas dan ketentuan ruang bebas dan jarak minimum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► pengembangan atau pembangunan jaringan energi wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. 7 IAZ Sistem Jaringan Telekomunikasi

Sistem Jaringan Telekomunikasi

► bangunan atau jaringan pendukung kegiatan telekomunikasi;

► infrastruktur lainnya yang tidak mengganggu jaringan telekomunikasi baik di atas tanah maupun di bawah tanah, termasuk kabel bawah laut;

► kegiatan Kawasan terpadu perdagangan dan jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;

► penempatan stasiun bumi dan menara pemancar telekomunikasi maupun menara pemancar informasi secara terpadu yang memperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan aktivitas Kawasan di sekitarnya;

► bangunan rumah di sekitar sistem prasarana telekomunikasi sesuai dengan ketentuan teknis;

► kegiatan Pemanfaatan Ruang di sekitar jaringan telekomunikasi baik di atas tanah maupun di bawah tanah, termasuk kabel bawah laut dengan mengikuti persyaratan pengaturan jaringan telekomunikasi dan memperhatikan kelestarian lingkungan;

► pendirian bangunan di sekitar menara telekomunikasi dalam radius bahaya keamanan dan keselamatan;

► mempertimbangkan fungsi Ruang ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► pada sistem jaringan telekomunikasi yang wilayahnya berada pada fungsi ekosistem gambut lindung, pengembangan sistem tersebut tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut; wajib mempertahankan areal FEG lindung yang masih dalam kondisi alami; dan diperbolehkan untuk melakukan kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan/atau jasa lingkungan;

► tidak diperbolehkan mendirikan menara komunikasi di Kawasan permukiman

► pengembangan atau pembangunan jaringan telekomunikasi wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B.8 IAZ Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Sistem Jaringan Irigasi

► bangunan pemeliharaan jaringan irigasi;

► kegiatan perikanan/pertanian sepanjang tidak merusak tatanan lingkungan dan fungsi irigasi;

► pemanfaatan ruang dan pendirian bangunan yang dapat merusak jaringan irigasi;

► mempertimbangkan fungsi Ruang ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► sarana prasaranan minimum meliputi penyiapan ruang evakuasi dan prasarana mitigasi bencana di sekitar bangunan prasarana sumber daya air;

► pengembangan atau pembangunan jaringan sumber daya air wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku;

Sistem Jaringan Air Bersih

► prasarana penunjang sistem jaringan air bersih;

► pemanfaatan jaringan sumber daya air untuk jaringan air bersih sesuai ketentuan teknis dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan;

► kegiatan yang dapat mengganggu fungs i sistem jaringan air bersih;

► mempertimbangkan fungsi Ruang ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► sarana prasaranan minimum meliputi penyiapan ruang evakuasi dan prasarana mitigasi bencana di sekitar bangunan prasarana air bersih.

► pengembangan atau pembangunan jaringan air bersih wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Bangunan Sumber Daya Air

► bangunan sumber daya air; kegiatan pendukung bangunan sumber daya air dan kegiatan perikanan;

► kegiatan pertanian sepanjang tidak merusak tatanan lingkungan dan fungsi bangunan sumber daya air;

► kegiatan wisata alam dengan tidak menganggu fungsi bangunan sumber daya air;

► kegiatan transportasi dengan tidak menganggu fungsi bangunan sumber daya air;

► kegiatan yang dapat mengganggu fungsi bangunan sumber daya air;

► mempertimbangkan fungsi Ruang ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► sarana prasaranan minimum meliputi penyiapan ruang evakuasi dan prasarana mitigasi bencana di sekitar bangunan prasarana sumber daya air;

► pengembangan atau pembangunan bangunan sumber daya air wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku.

B.9 IAZ Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)

► bangunan sarana dan prasarana SPAM serta kegiatan pembangunan penunjang SPAM;

► kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak mengganggu keberlangsungan penyediaan air minum serta mengakibatkan kerusakan prasarana dan sarana air minum;

► kegiatan yang mengganggu keberlangsungan fungsi penyediaan air minum serta mengakibatkan kerusakan prasarana dan penyedia air minum;

► mempertimbangkan fungsi Ruang ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► penyediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah dan sumur resapan air (artificial water catchment) di sekitar bangunan SPAM;

► penyediaan unit air baku Melipu ti bangunan penampungan air, bangunan pengambilan/ penyadapan, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, sistem pemompaan, dan bangunan sarana penyediaan air minum;

► penyediaan Unit produksi meliputi bangunan pengolahan dan perlengkapannya, perangkat operasional, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, serta bangunan penampungan air minum;

► persyaratan teknis pembangunan SPAM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

► pengembangan atau pembangunan Sistem Penyediaan Air minum wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL)

► pembangunan prasarana dan sarana air limbah dalam rangka mengurangi, memanfaatkan kembali, dan mengolah air limbah dan RTH;

► kegiatan lainnya yang tidak mengganggu fungsi sistem pengelolaan air limbah;

► pembuangan sampah, pembuangan bahan berbahaya dan beracun, pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun, dan kegiatan lain yang dapat mengganggu fungsi sistem pengelolaan air limbah;

► Mempertimbangkan fungsi Ruang ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► penyediaan sumur resapan air (artificial water catchment) di sekitar bangunan SPAL dan peralatan kontrol baku mutu air buangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

► pengembangan atau pembangunan Sistem Pengelolaan Air Limbah wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku;

Sistem Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

► kegiatan pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan limbah B3;

► pembangunan fasilitas penunjang kegiatan pengelolaan limbah B3;

► kegiatan pendukung pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun;

► kegiatan pergudangan;

► kegiatan industri;

► kegiatan yang mengganggu fungsi Kawasan pengelolaan limbah;

► mempertimbangkan fungsi Ruang ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► peralatan kontrol baku mutu air buangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;

► pengelolaan limbah B3 mengikuti tata cara dan persyaratan teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilalui dengan analisis lingkungan;

► pengembangan atau pembangunan Sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku;

Sistem Jaringan Persampahan

► kegiatan pengoperasian TPA sampah berupa pemrosesan akhir sampah; lahan urug saniter (sanitary landfill); pemeliharaan dan industri terkait pengolahan sampah dan pemanfaatan gas metan di TPA;

► kegiatan penunjang operasional Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) dan pengelolaan 3R (Reduce, Reuse dan Recycle);

► kegiatan permukiman dan sosial ekonomi yang mengganggu fungsi Kawasan TPA sampah;

► mempertimbangkan fungsi Ruang ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► sarana prasarana minimum meliputi sarana dan prasarana pengolahan limbah, fasilitas dasar, fasilitas perlindungan lingkungan, fasilitas operasi dan fasilitas penunjang lainnya.

► Pengembangan peraturan jaringan perundang persampahan mengikuti tata cara dan persyaratan teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku dan dilalui dengan analisis lingkungan;

► pengembangan atau pembangunan Sistem jaringan persampahan wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku;

 

Tabel 7.2 Indikasi Arahan Zonasi Pola Ruang

Struktur Ruang

IAZ SISTEM PROVINSI

Kegiatan Pemanfaatan Ruang

Intensitas Pemanfaatan Ruang

Sarana Prasarana Minimum

Ketentuan Lainnya

diperbolehkan

Diperbolehkan dengan syarat

Tidak diperbolehkan

A. Kawasan Lindung

A.1 Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Kawasan Hutan Lindung Kawasan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air danau dan memelihara kesuburan tanah.

► kegiatan konservasi dan perlindungan hutan, rehabilitasi hutan dan pelestarian fungsi Kawasan sebagai resapan air;

► kegiatan evakuasi bencana dengan tidak mengubah bentang alam kecuali diatur dalam peraturan perundangundangan;

► Kegiatan pertambangan dengan pola pertambangan bawah tanah dengan syarat dilakukan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku;

► Kegiatan Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan meliputi pemanfaatan aliran air, pemanfaatan air, pariwisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, pemulihan lingkungan, dan penyerapan atau penyimpanan karbon dilakukan dengan ketentuan tidak mengurangi, mengubah, atau menghilangkan fungsi utama, tidak mengubah bentang alam, tidak merusak unsur-unsur lingkungan;

► kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu dengan syarat tidak merusak lingkunga, tidak engurangi, mengubah, atau menghilagkan fungsi utamanya, dan memungut hasil hutan bukan kau sesuai jumlah, berat, atau volume yang diizinkan;

► kegiatan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan dengan syarat tidak mengubah fungsi pokok dan kelestarian lingkungan hidup setelah mendapat persetujuan penggunaan kawasan hutan;

► kegiatan yang mengakibatkan berkurangnya luas kawasan hutan;

► kegiatan yang menimbulkan kerusakan tanaman dan tanda-tanda batas;

► kegiatan yang mengganggu fungsi lindung dan kelestarian lingkungan hidup;

► intensitas pemanfaatan ruang mempertimbangkan fungsi ekologis kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

► ketentuan pemanfaatan ruang pada Kawasan hutan lindung dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

Kawasan Gambut

► pemanfaatan ekosistem gambut secara terbatas untuk kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan/ atau jasa lingkungan;

► kegiatan pencegahan kerusakan ekosistem gambut meliputi penyiapan sarana prasarana pemadam kebakaran dan pengamanan areal rawan kebakaran dan bekas kebakaran;

► kegiatan penanggulangan ekosistem gambut meliputi pemadaman kebakaran dan pembuatan sekat atau bangunan pengendali air;

► kegiatan pemuliha kerusakan ekosistem gambut meliputi rehabilitasi dan restorasi;

► membuat saluran drainase atau kanal yang tidak mengakibatkan gambut menjadi kering;

► kegiatan dan/atau izin usaha yang telah terbit dan telah beroperasi sebelum Peraturan Daerah ini berlaku sampai jangka waktu izin berakhir;

► kegiatan jasa lingkungan berupa usaha penyerapan dan/atau penyimpanan karbon untuk mengurangi efek gas rumah kaca serta mitigasi bencana dan kondisi bahaya di kawasan gambut;

► membuat saluran drainase yang mengakibatkan gambut menjadi kering;

► membakar lahan gambut dan/ atau melakukan pembiaran terjadin ya pembakaran; dan

► melakukan kegiatan yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

► pelarangan melakukan penanaman kembali setelah pemanenan;

► mempertimbangkan fungsi ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku

A.2 Kawasan Perlindungan Setempat

Sempadan Pantai

► pembangunan prasarana lalu lintas air;

► pembangunan bangunan pengambilan dan pembuangan air;

► pembangunan bangunan penunjang kegiatan di laut/pantai;

► kegiatan pengamanan laut; pemanfaatan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi, akresi, intrusi air laut dan kerusakan lingkungan lainnya; dan

►   RTH;

► kegiatan yang memberikan nilai tambah kawasan berupa kegiatan pertanian, kegiatan perikanan dan kawasan wisata dengan tidak mengganggu fungsi sempadan pantai;

► permukiman eksisting dengan syarat tidak menambah luas;

► pertahanan keamanan; transportasi, wisata, ilmu pengetahuan dan teknologi, pengembangan ruang/bangunan evakuasi dan pengembangan jaringan dan sarana prasarana kota dengan mengikuti ketentuan teknis yang berlaku dan memperhatikan ketentua khusus sempadan pantai;

► kegiatan yang dapat menurunkan fungsi ekologis dan estetika Kawasan;

► mengubah dan/atau merusak bentang alam, kelestarian fungsi pantai dan akses terhadap kawasan sempadan pantai;

► perlindungan dan pembuatan struktur alami serta pembuatan struktur buatan untuk mencegah abrasi dan penyediaan jalur evakuasi bencana

Sempadan Sungai dan Kawasan Sekitar SDEW

► pembangunan sarana prasarana lalu lintas air;

► pembangunan bangunan pengambilan dan pembuangan air;

► pembangunan bangunan penunjang sistem prasarana kota;

► kegiatan pengamanan sungai;

► RTH, dan

► kegiatan transportasi untuk jalan inspeksi;

► kegiatan yang memberikan nilai tambah kawasan berupa kegiatan pertanian, kawasan wisata, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air, fungsi sistem jaringan sumber daya air dan nilai visual bentang alam dengan syarat tidak mengganggu fungsi sempadan;

► pengembangan sarana prasarana infrastruktur dengan mengikuti ketentuan peraturan

► kegiatan yang mengganggu, merusak bentang alam, merusak fungsi hidrologi, merusak kualitas dan kuantitas air sungai dan SDEW;

► jalan inspeksi dan bangunan pengawas ketinggian air;

► penetapan lebar sempadan sungai, waduk/situ sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

A.3 Kawasan Konservasi

► SuakaMarga Satwa

► Taman Nasional

► Taman Nasional Laut

► Taman Wisata Alam

► kegiatan konservasi, Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Taman Nasional Laut dan Taman Wisata Alam;

► kegiatan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, preservasi sumber daya alam;

► bangunan sistem mitigasi bencana atau sistem peringatan dini (early warning system);

► wisata alam tanpa mengubah bentang alam;

► pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan penelitian, dan pengembangan, ilmu pengetahuan, dan pendidikan

► pemanfaatan sumberdaya alam beserta kegiatan penunjangnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

► pengembangan sistem jaringan transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air dan prasarana lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan konservasi meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas kawasan, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli;

► intensitas Pemanfaatan Ruang mempertimbangkan fungsi ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

A.4 Kawasan Pencadagan Konservasi di Laut

► KawasanPencadanganKonservasi di Laut

► perlindungan habitat dan populasi ikan serta alur migrasi biota laut;

► perlindungan ekosistem pesisir dan laut yang unik dan/atau rentan terhadap perubahan;

► penelitian, pengembangan dan/atau pendidikan;

► wisata alam bentang laut;

► wisata alam pantai/pesisir dan pulau-pulau kecil;

► wisata alam bawah laut;

► penangkapan ikan;

► pembudidayaan ikan;

► fasilitas umum; dan

► diperbolehkan secara terbatas dan bersyarat pengembangan sistem jaringan transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air, dan prasarana lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

► kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan potensi Kawasan dan perubahan fungsi Kawasan;

► kegiatan yang dapat mengganggu pengelolaan jenis sumber daya ikan beserta habitatnya untuk menghasilkan keseimbangan antara populasi dan habitatnya;

► penangkapan ikan yang menggunakan alat tangkap yang bersifat merusak Ekosistem di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

► semua jenis kegiatan penambangan;

► kegiatan menambang terumbu karang yang dapat menyebabkan abrasi; dan

► mengambil terumbu karang di Kawasan konservasi, menggunakan bahan peledak dan bahan beracun dan/atau cara lain yang mengakibatkan rusaknya Ekosistem.

► intensitas Pemanfaatan Ruang mempertimbangkan fungsi ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► pembangunan fasilitas aksesibilitas, sarana dan prasarana pengelolaan, sarana dan prasaran a pelayanan, sarana dan prasarana perlindungan dan pengamanan, serta sarana dan prasarana komunikasi dan informasi.

A.5 Kawasan Hutan Adat

► KawasanHutan Adat

► kegiatan perlindungan dan preservasi hutan

► pemanfaatan jasa lingkungan;

► pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan kayu; dan

► pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan bukan kayu.

► Kegiatan pengelolaan hutan yang bertentangan dengan hukum adat yang berlaku dan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

► intensitas Pemanfaatan Ruang mempertimbangkan fungsi ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

► setiap usaha dan atau kegiatan yang boleh dilaksanakan pada Kawasan Hutan adat wajib memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

A.6 Kawasan Ekosistem Mangrove

► KawasanEkosistemMangrove

► hutan mangrove;

► hutan lindung;

► pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; dan

► preservasi sumber daya alam;

► kegiatan pendidikan, penelitian dan wisata alam;

► kegiatan lain di luar kegiatan kehutanan yang mempunyai tujuan strategis, dan tidak dapat dihindari mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan melalui pemberian persetujuan penggunaan kawasan hutan;

► pemanfaatan kayu mangrove dan vegetasi pantai;

► pelarangan kegiatan yang dapat merusak, mengurangi luas dan/atau mencemari Ekosistem mangrove dan vegetasi pantai; dan

► pelarangan kegiatan yang dapat menganggu fungsi ekosistem mangrove, vegetasi pantai dan/atau tempat perkembangan biota laut.

► intensitas Pemanfaatan Ruang mempertimbangkan fungsi ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;

► Hutan; dan 3. kegiatan jasa lingkungan berupa usaha penyerapan dan/atau penyimpanan karbon untuk mengurangi efek gas rumah kaca serta mitigasi bencana dan kondisi bahaya di laut;

B. Kawasan Budidaya

B.1 Kawasan Hutan Produksi

► kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu dalam hutan alam dan hutan tanaman; dan

► kegiatan usaha pemanfaatan kawasan untuk budi daya tanaman obat dan kegiatan penelitian serta pendidikan;

► kegaiatan usaha jasa pemanfaatan lingkungan;

► kegaiatan usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu restorasi eskosistem dalam hutan alam dan hutan tanaman;

► kegiatan pemanfaatanlainnya dengan tstyle='idak menimbulkan dampak negatif pada fungsi ekologis, sosail, ekonomi dan lingkungan;

► kegiatan penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan (untuk tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan) sesuai peraturan-perundang-undangan;

► kegiatan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca sumber daya kehutanan;

► wisata alam yang tidak menganggu fungsi kawasan; dan

► bangunan penunjang kegiiatan pemanfaatan hasil hutan dan pencegahan serta penanggulangan bencana;

► kegiatan yang merusak dan menurunkan bentang alam serta kualitas fungsi kawasan;

► ketentuan penebangan pohon di kawasan hutan rakyat dilakukan dengan tetap memperhatikan fungsi lindung kawasan;

► ketentuan pemanfaatan Ruang pada kawasan hutan produksi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;

B.2 Kawasan Pertanian

Kawasan Pertanian

► kegiatan pertanian tanaman pangan, kegiatan pertanian hortikultura, kegiat an perkebunan, jaringan dan bangunan irigasi, jaringan jalan, permukiman alami yang telah ada, peternakan, hutan rakyat, budidaya perikanan, pariwisata alam, bangunan dan kegiatan sosial budaya dan keagamaan

► industri berbasis sumber daya pertanian setempat, pengembangan infrastruk tur pendukung agribisnis dan agroindustri, permukiman, agrowisata, fasilitas penunjang pariwisata secara terbatas pada perkebunan dan hortikultura, pengembangan jaringan prasarana untuk kepentingan umum;

► kegiatan ekowisata dengan tetap mempertahankan fungsi utama kawasan sebagai kawasan pertanian dan kegiatan penunjang pariwisata;

► pengembangan sistem jaringan transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air, dan prasarana lainnya sesuaidengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

► alih fungsi lahan sawah dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan

► kegiatan lainnya yang tidak mengubah fungsi lahan pertanian tanaman pangan beririgasi teknis dan tidak mengganggu fungsi kawasan

► kegiatan yang mengganggu fungsi kawasan pertanian danmengancam keberlanjutan lahan pertanian irigasi teknis.

► mempertimbangkan fungsi ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

► Pada kawasan yang wilayahnya berada pada fungsi ekosistem gambut lindung, pengembangan kawasan tersebut tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut; wajib mempertahankan areal FEG lindung yang masih dalam kondisi alami; dan diperbolehkan untuk melakukan kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan/atau jasa lingkungan

B.3 Kawasan Perikanan

Kawasan Perikanan Tangkap

► kegiatan perikanan tangkap; dan

► penggunaan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan perikanan;

► sarana dan utilitas sesuai ketentuan teknis yang berlaku;

► pariwisata; dan

► penelitian dan pendidikan;

► kegiatan yang mengakibatkan pencemaran dan kerusakan ekosistem perairan;

► kegiatan yang mengakibatkan terganggunya alur pelayaran, alur migrasi biota dan infrastruktur dalam laut lainnya; dan

► kegiatan yang mengganggu akses keluar masuk nelayan tradisional;

► mempertimbangkan fungsi ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

► ketentuan lainnya dan ketentuan khusus terkait pelaksanaan kegiatan perikanan mengikuti ketentuan yang berlaku di bidang perikanan.

Kawasann Perikana Budidaya

► kegiatan budidaya ikan;

► sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan perikanan; dan

► kegiatan penelitian perikanan;

► sarana dan utilitas sesuai ketentuan teknis yang berlaku;

► pariwisata;

► permukiman;

► kegiatan usaha mikro kecil dan menengah pendukung perikanan;

► kegiatan yang mengganggu fungsi kawasan perikanan;

► ketentuan lainnya dan ketentuan khusus terkait pelaksanaan kegiatan perikanan mengikuti ketentuan yang berlaku di bidang perikanan.

B.4 Kawasan Pertambangan dan Energi

Kawasan Pertambangan dan Energi

► kegiatan pertambangan dan energi sesuai dengan kriteria teknis dan peraturan yang berlaku;

► sarana prasarana pendukung kegiatan pertambangan energi;

► prasarana jaringan tenaga listrik dan kegiatan pembangunan prasarana penunjang jaringan tenaga listrik;

► kegiatan pendukung kegiatan pertambangan energi;

► pengembangan sistem jaringan transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air, dan prasarana lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

► kegiatan yang mengakibatkan Terganggunya kegiatan pertambangan energi;

► mempertimbangkan fungsi ekologis Kawasan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, keselamatan operasional penerbangan serta ketentuan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundangundangan

► ruang evakuasi serta sarana prasarana mitigasi bencana;

► ketentuan lainnya dan ketentuan khusus Terkait pelaksanaan kegiatan pertambangan mengikuti ketentuan yang berlaku di bidang pertambangan.

B.5 Kawasan Peruntukan Industri

Kawasan Peruntukan Industri

► kegiatan industri dan pergudangan, parkir truk dan kontainer, terminal peti kemas, sarana dan prasarana transportasi yang mendukung kawasan, sarana pendidikan, fasilitas kesehatan, RTH, perumahan penduduk setempat, dan infrastruktur pendukung kawasan

► pengembangan perumahan;

► perdagangan jasa;

► fasilitas sosial dan umum (pendidikan, kesehatan, fasilitas ibadah, olahraga);

► perkantoran;

► pemerintahan;

► sarana dan prasarana transportasi;

► pertanian;

► pelabuhan ikan;

► pertambangan; dan

► pengembangan sistem jaringan transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air, dan prasarana lainnya sesuai ketentuan peratura n perundangundangan.

► kegiatan industri yang menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan terutama yang menimbulkan dampak polusi udara, kerusakan kawasan resapan air dan keselamatan lingkungan sekitarnya, dan kegiatan perindustrian yang mengganggu tata kelola air

► membuang limbah ke laut, air permukaan, dan tanah secara langsung.

► aksesibilitas yang dapat mempermudah pengangkutan bahan baku dan logistik, pergerakan tenaga kerja, dan distribusi hasil produksi;

► sistem pembuangan dan pengolahan khusus limbah untuk mencegah pembuangan limbah secara langsung ke laut, air permukaan, dan tanah;

► menyediakan perumahan, sarana prasarana, sertafasilitas sosial dan umum di dalam KPI;

► ketersediaan jaringan energi dan kelistrikan; dan

► ketersediaan jaringan telekomunikas i;

► pengembangan fasilitas pengolahan konservasi air; dan

► Konservasi dan restorasi gambut/mangrove

► pada kawasan peruntukan industri yang wilayahnya berada pada lindung gambut, pengembangan kawasan tersebut tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut; wajib mempertahankan areal FEG lindung yang masih dalam kondisi alami; dan diperbolehkan untuk melakukan kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan/atau jasa lingkungan

► Ketentuan lainnya dan ketentuan khusus terkait pelaksanaan Kegiatan industri mengacu pada ketentuan peraturan perundangundangan.

B.6 Kawasan Pariwisata

Kawasan Pariwisata

► Kegiatan penunjang pariwisata;

► kegiatan pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan;

► kegiatan pendidikan dan penelitian;

► kegiatan perlindungan terhadap cagar budaya;

► ruang terbuka hijau; dan

► ruang terbuka non hijau;

► permukiman yang mendukung kegiatan wisata; dan

► sarana dan prasarana penunjang transportasi; fasilitas rekreasi hiburan, kegiatan industri kecil penunjang pariwisata, kegiatan lain yang telah ada yang tidak mengganggu kegiatan wisata

► semua kegiatan yang berpotensi terjadinya perubahan lingkungan fisik alamiah ruang untuk kawasan wisata;

► penyediaan fasilitas dan Infrastruk tur pendukung pariwisata serta ruang dan jalur evakuasi bencana;

► pada kawasan pariwisata yang wilayahnya berada pada lindung gambut, pengembangan kawasan tersebut tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut; wajib mempertahankan areal FEG lindung yang masih dalam kondisi alami; dan diperbolehkan untuk melakukan kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan/atau jasa lingkungan

► kegiatan pariwisata yang berada di dalam/sekitar Objek Vital Nasiona l mengikuti ketentuan keselamatan yang berlaku pada kawasan tersebut.

B.7 Kawasan Permukiman

Kawasan Permukiman

► kegiatan pengembangan pembangunan perumahan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku;

► kegiatan perdagangan dan jasa, perkantoran, pemerintahan, serta ruang terbuka hijau;

► kegiatan pemanfaatan ruang untuk penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum sesuai dengan standar pelayanan minimal;

► kegiatan pertanian;

► kegiatan campuran;

► penyediaan jalur evakuasi bencana;

► kegiatan pengembangan jaringan sarana prasarana kota dengan kriteria teknis yang berlaku sesuai dengan skala pelayanannya; dan

► kegiatan lainnya penunjang permukiman;

► kegiatan lain non permukiman dengan tidak mengganggu keberlangsungan kegiatan permukiman di sekitarnya serta pengembangan sistem jaringan transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air, dan prasarana lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

► dalam hal terdapat menara telekomunikasi yang berdiri yang tidak sesuai ketentuan, wajib dilakukan penyesuaian paling lambat 2 (dua) tahun setelah ditetapkannya peraturan daerah ini;

► kegiatan yang mengakibatkan terganggunya kenyamanan, keamanan dan ketertiban kegiatan permukiman serta pengembangan infrastruktur tata kelola air permukiman yang mengganggu ekosistem gambut dan mangrove

► penyediaan sarana, prasarana dan utilitas pendukung kegiatan dan pengelolaan lingkungan yang terpadu dalam kawasan permukiman;

► penyediaan sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, sarana ruang terbuka, taman dan lapangan olahraga sesuai ketentuan dan kriteria yang berlaku; penyediaan kebutuhan sarana distribusi perdagangan dengan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern serta fasilitas yang bersih, sehat, aman, tertib dan nyaman; dan

► penyediaan jalur evakuasi bencana;

► persyaratan bangunan sesuai ketentuan intensitas bangunan dan standar bangunan gedung;

► memperhatikan persyaratan konservasi air tanah, lingkungan hidup dan pembangunan prasarana pengendalian banjir dalam pengembangan permukiman;

► pengembangan permukiman di kawasan rawan bencana alam dan bencana alam geologi, dilaksanakan dengan persyaratan teknis;

► pada kawasan permukiman yang wilayahnya berada pada lindung gambut, pengembangan kawasan tersebut tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut; wajib mempertahankan areal FEG lindung yang masih dalam kondisi alami; dan diperbolehkan untuk melakukan kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan/atau jasa lingkungan

► kawasan peruntukan permukiman yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan;

► ketentuan lebih lanjut tentang pengaturan zonasi kawasan permukiman diatur dalam RTRW dan RDTR kab/Kota.

B.8 Kawasan Transportasi

Kawasan Transportasi

► sarana transportasi dengan konsep berwawasan lingkungan;

► fasilitas penunjang kawasan transportasi;

► perdagangan dan jasa skala lingkungan;

► ruang terbuka hijau; dan

► ruang terbuka non hijau;

► pengembangan sistem jaringan transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air, dan prasarana lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

► fasilitas perdagangan dan jasa;

► kegiatan campuran;

► permukiman;

► perkantoran sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

► kegiatan usaha sektor informal;

► industri penunjang kegiatan transportasi, industri pengolahan hasil perikanan;

► pendidikan dan penelitian;

► pariwisata;

► wilayah kerja dan wilayah pengoperasian pelabuhan perikanan;

► pekerjaan bawah air;

► bangunan pelindung pantai; dan

► kegiatan energi;

► semua kegiatan yang menimbulkan gangguan terhadap fungsi kawasan transportasi;

► perikanan tangkap statis dan/atau bergerak yang mengganggu kegiatan pelabuhan;

► wisata bawah laut;

► perikanan budi daya laut;

► kegiatan pengisian bahan bakar yang berpotensi mencemar pesisir dan laut; dan

► pertambangan mineral.

► kawasan transportasi yang berada pada daerah rawan bencana, kawasan mangrove serta gambut dalam pemanfaatan ruangnya perlu mempertimbangkan mitigasi bencana serta kelestarian lingkungan;

► pembangunan pelabuhan hanya dapat dilakukan oleh otoritas pelabuhan, untuk pelabuhan yang diusahakan Secara komersial dan unit penyelenggara pelabuhan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial, namun badan usaha pelabuhan dapat juga melakukan kegiatan pembangunan pelabuhan dengan syarat harus berdasarkan konsesi dengan otoritas pelabuhan, yang bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan pembangunan dan operasional pelabuhan yang bersangkutan.

B.9 Kawasan Pertahanan dan Kemanan

Kawasan Pertahanan dan Keamanan

► terdapat jalan/jembatan memiliki kekuatan 40/60 ton, jaringan listrik, air dan telekomunikasi;

► terdapat ruang terbuka hijau untuk mendukung kegiatan stelling senjata Armed dan Arhanud;

► terdapat bufferzone untuk pangkalan/ Wilayah pertahanan dan keamanan tidak berbahaya;

► terdapat bufferzone 500 m berupa tanaman keras untuk daerah latihan militer, daerah penyimpanan muhandak, daerah disposal amunisi, daerah uji coba senjata dan amunisi, daerah disposal muhandak dan daerah lapangan tembak; terdapat alur laut yang dapat dilalui oleh KRI/kapal patroli TNI AL;

► terdapat dermaga/pelabuhan dan depot BBM yang dapat digunakan pengisian BBM dan sandar Kapal KRI/ kapal patroli TNI AL;

► ketinggian bangunan di sekitar Lanud mengikuti ketentuan KKOP;

► mendapatkan izin dari pihak pertahanan dan keamanan;

► tidak mengganggu fungsi pertahanan dan keamanan;

► bukan industri bahan peledak;

► terdapat bufferzone 500 M berupa tanaman keras;

► dalam kondisi darurat perang diizinkan untuk dipakai sebagai gudang logistik penunjang pergelaran pasukan tempur;

► membangun gedung bertingkat pada radius tembakan 400 m untuk di sekitar Kodam, Korem dan Lanud;

► membangun tempat/lokasi/banguan yang dapat digunakan untuk kegiatan sabotase; pemukiman padat penduduk di daerah latihan militer, daerah penyimpanan muhandak, daerah disposal amunisi, daerah uji coba senjata dan amunisi dan daerah lapangan tembak satuan tempur eksplorasi Migas; jaringan pipa Migas dan SUTET; Kawasan industri bahan peledak; kegiatan eksplorasi Migas di daerah ranjau di laut; jaringan kabel telkom dan listrik bawah laut di daerah ranjau di laut; kegiatan wisata bahari daerah ranjau di laut;

► kriteria teknis kawasan pertahanan dan keamanan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan;

 

 

Gambar 7.1 Peta Ketentuan Khusus Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP)

Gambar 7.2 Peta Ketentuan Khusus Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B)

Gambar 7.3 Peta Ketentuan Khusus Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 7.4 Peta Ketentuan Khusus Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Api

Gambar 7.5 Peta Ketentuan Khusus Kawasan Rawan Bencana Longsor

Gambar 7.6 Peta Ketentuan Khusus Kawasan Sempadan

Gambar 7.7 Peta Ketentuan Khusus Kawasan Gambut

Gambar 7.8 Peta Ketentuan Khusus Kawasan Pertambangan Mineral dan Batubara

Gambar 7.9 Peta Ketentuan Khusus Kawasan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi

Aturan Ketentuan khusus yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan, meliputi:

1. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP)

Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) yaitu wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.

Ketentuan khusus KKOP, dengan ketentuan pembatasan tinggi bangunan dan jenis kegiatan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.

2. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B)

Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) yaitu wilayah budi daya pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau hamparan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.

Ketentuan khusus KP2B, dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. pemanfaatan ruang diarahkan untuk kegiatan tanaman pangan berkelanjutan;
  2. lahan KP2B yang telah ditetapkan sebagai LP2B dapat beralih fungsi dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum atau terjadi bencana yang pelaksanaannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. penggantian lahan KP2B yang telah ditetapkan sebagai LP2B dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan dengan ketentuan:
    1. pembukaan lahan baru di luar lahan KP2B;
    2. pengalihfungsian lahan dari lahan bukan pertanian ke pertanian, terutama dari tanah terlantar dan/atau tanah bekas kawasan hutan;
    3. penetapan lahan pertanian pangan sebagai LP2B.
  4. penggantian lahan KP2B yang telah ditetapkan sebagai LP2B dalam rangka terjadi bencana wajib disediakan oleh Pemerintah dan dilakukan dengan ketentuan:
    1. membebaskan kepemilikan hak atas tanah;
    2. menyediakan lahan pengganti terhadap LP2B yang dialihfungsikan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan setelah alih fungsi dilakukan.
  5. persyaratan dan ketentuan teknis penggantian lahan LP2B yang beralih fungsi dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum atau terjadi bencana mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal terdapat penyesuaian KP2B di kabupaten/kota, maka penyelenggaraan penataan ruang provinsi menyesuaikan dengan perubahan tersebut sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Dalam hal terdapat lahan sawah yang dilindungi ditetapkan menjadi KP2B, pemanfaatannya memperhatikan kelestarian ekosistem lahan sawah yang dilindungi agar dapat berkelanjutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengaturan pemanfaatan diatur lebih lanjut dalam RTR Kabupaten/Kota.

3. Kawasan Rawan Bencana

kawasan rawan bencana yaitu kawasan dengan kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.

Kawasan rawan bencana di Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari:

  1. Kawasan rawan tanah longsor kelas bahaya tinggi tersebar di daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Kabupaten Musi Rawas Utara, Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Lahat, Empat Lawang dan Kota Pagar Alam;
  2. Kawasan rawan gunung api kelas bahaya tinggi, meliputi:
    1. kawasan rawan letusan gunung api Dempo di daerah Lahat, Empat Lawang dan Pagar Alam; dan
    2. kawasan rawan letusan gunung api bukit Lumut Balai di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Ogan Komering Ulu.
  3. Kawasan rawan banjir kelas bahaya tinggi, tersebar di seluruh kabupaten dan kota.

Ketentuan khusus pembangunan untuk kawasan rawan longsor tinggi, sebagai berikut:

  1. Pemanfaatan Ruang diarahkan untuk Kawasan Lindung;
  2. Pembangunan atau pengembangan pusat hunian beserta sarana dan prasarana pendukung kegiatan sosial ekonomi pada Kawasan rawan tanah longsor tinggi dihindarkan;
  3. Kegiatan yang diperbolehkan bersyarat adalah prasarana pengelolaan lingkungan yang langsung memberikan dampak pada peningkatan kualitas lingkungan (sistem jaringan drainase) dan jaringan prasarana pada tingkat pelayanan wilayah yang melintas zona tersebut;
  4. Disarankan untuk relokasi bangunan, tidak melakukan perluasan atau penambahan bangunan, melakukan kajian geologi teknik, membangun dinding penahan longsor pada daerah rawan longsor tinggi atau sering mengalami kejadian longsor;
  5. Pada kawasan perkotaan yang kemampuannya rendah dalam mitigasi longsor, serta memiliki risiko bencana yang disebabkan oleh daya rusak air, harus didukung dengan pembangunan infrastruktur mitigasi dan pengembangan teknologi mitigasi, serta upaya adaptasi;
  6. Penyediaan sistem peringatan dini, pemasangan papan informasi bahaya, rambu bahaya, dan jalur evakuasi.

Ketentuan khusus pembangunan untuk kawasan rawan gunung api, sebagai berikut:

  1. Pemanfaatan Ruang pada Kawasan rawan bencana kategori rendah masih dapat dimanfaatkan untuk permukiman dengan ketentuan mengikuti aturan mitigasi bencana erupsi gunung api;
  2. Pemanfaatan Ruang pada Kawasan rawan bencana kategori sedang diarahkan untuk pertanian dan perkebunan;
  3. Pemanfaatan Ruang di kategori rendah dan sedang wajib melakukan analisa risiko bencana gunung api;
  4. Pemanfaatan Ruang pada Kawasan rawan bencana kategori tinggi tidak boleh dilakukan pembangunan atau pengembangan pembangunan, pemanfaatan ruang diarahkan untuk kawasan lindung, hutan, perkebunan, dan ruang terbuka hijau;
  5. Penyediaan sistem peringatan dini, pemasangan papan info bahaya, rambu, dan jalur evakuasi;
  6. Penetapan tempat evakuasi yang aman dan mudah diakses;
  7. Diperbolehkan kegiatan yang bersifat pengamatan, bangunan pengendali bencana, dan sarana prasarana penanggulangan bencana atau infrstruktur jaringan listrik, energi, air bersih, jalan, jembatan, dan untuk kepentingan umum sesuai hasil kajian risiko bencana.

Ketentuan khusus pembangunan untuk kawasan banjir tinggi, sebagai berikut:

  1. penetapan batas dataran banjir;
  2. pemanfaatan dataran banjir bagi RTH dan pengendalian pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan rendah;
  3. ketentuan mengenai pelarangan kegiatan untuk fasilitas umum;
  4. pengendalian permukiman di kawasan rawan banjir;
  5. pada kawasan perkotaan yang kemampuannya rendah dalam mitigasi banjir, serta memiliki risiko bencana yang disebabkan oleh daya rusak air, harus didukung dengan pembangunan infrastruktur mitigasi dan pengembangan teknologi mitigasi, serta upaya adaptasi; dan
  6. pemasangan sistem peringatan dini, papan info dan rambu peringatan, jalur evakuasi, dan tempat evakuasi sementara.

Kegiatan mitigasi bencana pada kawasan rawan bencana dilaksanakan dengan melibatkan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan/atau Masyarakat. Kegiatan mitigasi bencana dapat diatur lebih lanjut dalam RTRW Kabupaten/Kota dan RDTR Kabupaten/Kota

4. Kawasan Sempadan

Kawasan sempadan yaitu kawasan dengan jarak tertentu dari pantai, sungai, situ/danau/embung/waduk, mata air, dan pipa/kabel bawah laut yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi.

Ketentuan khusus kawasan sempadan, meliputi:

  1. Ketentuan khusus sempadan pantai dengan memperhatikan:
    1. Penetapan batas sempadan pantai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    2. Terhadap penetapan batas sempadan pantai sebagaimana dimaksud angka 1 mencakup dan/ atau melewati kawasan pemukiman, industri, pusat ekonomi dan infrastruktur publik lainnya maka penetapan batas sempadan pantai wajib menerapkan pedoman bangunan (building code) bencana.
  2. Ketentuan khusus sempadan sungai dengan memperhatikan:
    1. Pemanfaatan secara terbatas untuk:
      1. bangunan prasarana sumber daya air, fasilitas jembatan dan dermaga, jalur pipa gas dan air minum, rentangan kabel listrik dan telekomunikasi;
      2. kegiatan lain sepanjang tidak mengganggu fungsi sungai, antara lain kegiatan menanam tanaman sayur-mayur; dan
      3. bangunan ketenagalistrikan;
    2. Dalam hal di dalam sempadan sungai terdapat tanggul untuk kepentingan pengendali banjir, perlindungan badan tanggul dilakukan dengan larangan menanam tanaman selain rumput, mendirikan bangunan dan mengurangi dimensi tanggul;
    3. Pemanfaatan sempadan sungai danau dilakukan berdasarkan izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan mempertimbangkan rekomendasi teknis dari pengelola sumber daya air pada Wilayah sungai yang bersangkutan;
    4. Dalam hal pada Kawasan sempadan terdapat bangunan selain sebagaimana dimaksud angka 1, maka bangunan tersebut dinyatakan dalam status quo dan secara bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan.
  3. Ketentuan khusus sempadan SDEW dengan ketentuan:
    1. Pada sempadan SDEW hanya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan tertentu dan bangunan tertentu seperti penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisata, olah raga dan/atau aktivitas budaya dan keagamaan, bangunan prasarana sumber daya air, jalan akses, jembatan, dan dermaga, jalur pipa gas dan air minum, rentangan kabel listrik dan telekomunikasi, prasarana pariwisata, olahraga, dan keagamaan, prasarana dan sarana sanitas dan bangunan ketenagalistrikan;
    2. Pada sempadan SDEW dilarang untuk mengubah letak tepi danau, membuang limbah, menggembala ternak dan mengubah aliran air masuk atau ke luar danau; dan
    3. Pemanfaatan sempadan danau dilakukan berdasarkan izin dari Menteri, Gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya dalam pengelolaan sumber daya air serta dilakukan dengan mempertimbangkan rekomendasi teknis dari pengelola sumber daya air pada wilayah sekitar danau yang bersangkutan.
  4. Ketentuan khusus sempadan kawasan konservasi; dan
  5. Ketentuan khusus sempadan Pipa/ Kabel bawah laut mengacu pada peraturan yang berlaku.

5. Kawasan Gambut

Kawasan gambut yaitu kawasan kesatuan antara komunitas vegetasi mangrove berasosiasi dengan fauna dan mikro organisme sehingga dapat tumbuh dan berkembang pada daerah sepanjang pantai terutama di daerah pasang surut, laguna, muara sungai yang terlindung dengan substrat lumpur atau lumpur berpasir dalam membentuk keseimbangan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Ketentuan khusus kawasan gambut, meliputi:

  1. Ketentuan khusus Kawasan gambut fungsi lindung dengan ketentuan:
    1. pemanfaatan ekosistem gambut secara terbatas untuk kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan/atau jasa lingkungan;
    2. Pelarangan kegiatan dan/atau usaha yang mengakibatkan tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa;
    3. pelarangan membakar lahan gambut dan/atau melakukan pembiaran terjadinya pembakaran;
    4. pelarangan membuat saluran drainase yang mengakibatkan lahan gambut menjadi kering;
    5. pelarangan melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut;
    6. pelarangan membuka lahan baru sampai ditetapkannya zonasi fungsi lindung dan fungsi budidaya untuk tanaman tertentu;
    7. pelarangan melakukan penanaman kembali setelah pemanenan;
    8. kewajiban mempertahankan tutupan hutan dan keanekaragaman hayati;
    9. kewajiban mempertahankan areal FEG lindung yang masih dalam kondisi alami;
    10. kewajiban menjaga fungsi hidrologis gambut;
    11. kewajiban melakukan pengamanan pada areal rawan kebakaran dan bekas kebakaran;
    12. kewajiban melakukan pemantauan tinggi muka air tanah dan curah hujan;
    13. kewajiban melakukan pemantauan penurunan permukaan tanah;
    14. kewajiban melakukan pengembangan sistem deteksi dini;
    15. kewajiban Melakukan pemulihan ekosistem gambut pada muka air tanah di lahan gambut lebih dari 0,4 m di bawah permukaan gambut pada titik penataan; dan atau tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa di bawah lapisan gambut; dan
    16. kewajiban Melakukan penetapan areal pencadangan ekosistem gambut.
  2. Ketentuan khusus pada kawasan fungsi ekosistem gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi arahan dalam ketentuan pemanfaatan pada kawasan gambut dengan arahan indikasi:
    1. kegiatan yang diperbolehkan bersyarat, yaitu:
      1. pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam;
      2. pembangunan prasarana wilayah yang harus melintasi kawasan bergambut dengan ketebalan ≥ 3 meter dapat diperkenankan dengan ketentuan:
        1. tidak menyebabkan terjadinya perkembangan pemanfaatan ruang budidaya di sepanjang jaringan prasarana tersebut;
        2. mengikuti ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi merubah tata air dan ekosistem unik yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
    2. pengendalian material sedimen yang masuk ke kawasan bergambut melalui badan air;
    3. tidak diperkenankan kegiatan budidaya pada lahan gambut fungsi lindung dengan ketebalan ≥ 3 meter dan/atau ditetapkan sebagai kubah gambut berdasarkan Peraturan Perundang-undangan;
    4. kegiatan budidaya yang sudah berlangsung pada lahan gambut fungsi lindung dengan ketebalan ≥ 3 meter, dikembalikan fungsinya menjadi lindung;
    5. kawasan gambut yang bertampalan dengan kawasan hutan produksi, kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya dan kawasan konservasi selain kawasan konservasi yang berada di wilayah perairan, pengaturan pemanfaatan ruangnya mengacu pada Peraturan Perundang-undangan di bidang kehutanan;
    6. dalam hal terdapat penetapan kawasan lindung gambut pada kawasan budi daya berdasarkan hasil Keputusan Menteri, pengaturan pemanfaatan ruangnya dilakukan berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
  3. Ketentuan khusus pada kawasan gambut fungsi budi daya menjadi arahan dalam ketentuan pemanfaatan pada kawasan gambut skala 1:50.000 dengan ketentuan pemanfaatan kawasan ekosistem gambut dapat dimanfaatkan untuk seluruh kegiatan dengan persyaratan kewajiban untuk menjaga fungsi hidrologis gambut.
  4. Dalam hal perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, Gubernur menetapkan rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut (RPPEG) Provinsi sebagai acuan ketentuan pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, dan tata kelola hidrologi gambut sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan dan disusun bedasarkan:
    1. Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut nasional; dan
    2. Peta fungsi ekosistem gambut provinsi yang terdiri dari fungsi budi daya dan fungsi lindung dengan skala 1:50.000.
  5. Dalam hal RPPEG belum ditetapkan, ketentuan pemanfaatan kawasan ekosistem gambut dapat dimanfaatkan untuk seluruh kegiatan dengan persyaratan kewajiban untuk menjaga fungsi hidrologis gambut dan berdasarkan izin dari Menteri, Gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.
  6. Kawasan Pertambangan Mineral Dan Batubara
    Kawasan pertambangan mineral dan batubara yaitu kawasan yang memiliki potensi berupa komoditas pertambangan mineral dan batubara, dapat berupa wilayah pertambangan (WP), Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), dll sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan.
    Ketentuan khusus kawasan pertambangan mineral dan batubara, sebagai berikut:
    1. penerbitan perizinan kegiatan pertambangan, termasuk Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) diperbolehkan;
    2. ketentuan pelarangan kegiatan pertambangan terbuka di dalam Kawasan Lindung;
    3. ketentuan pelarangan kegiatan pertambangan dan energi di Kawasan dengan tingkat kerentanan tinggi;
    4. ketentuan pelarangan kegiatan pertambangan dan energi yang menimbulkan kerusakan lingkungan;
    5. ketentuan pelarangan lokasi pertambangan pada Kawasan Perkotaan;
    6. penetapan lokasi pertambangan dan energi yang berada pada kawasan perdesaan harus mematuhi ketentuan mengenai radius minimum terhadap permukiman; dan
    7. pada kawasan pertambangan mineral dan batubara yang wilayahnya berada pada lindung gambut, pengembangan kawasan tersebut tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut; wajib mempertahankan areal FEG lindung yang masih dalam kondisi alami; dan diperbolehkan untuk melakukan kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan/atau jasa lingkungan.
  7. Kawasan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi
    Kawasan pertambangan minyak dan gas bumi yaitu kawasan yang memiliki potensi berupa komoditas pertambangan minyak dan gas bumi, dapat berupa wilayah pertambangan (WP), Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), dll sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan.
    Ketentuan khusus Kawasan Pertambangan minyak dan gas bumi merupakan pengaturan Wilayah kerja pertambangan untuk pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

7.2. PENILAIAN PELAKSANAAN PEMANFAATAN RUANG

7.2.1.Penilaian Pelaksanaan KKPR

Penilaian pelaksanaan KKPR dilaksanakan untuk memastikan:

a) Kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR

Penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR dilakukan pada periode, yaitu:

  1. Selama pembangunan, dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaksanaan dalam memenuhi ketentuan KKPR. Dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya KKPR. Apabila ditemukan ketidakpatuhan, maka pelaku kegiatan diharuskan melakukan penyesuaian ruang.
  2. Pasca pembangunan, dilakukan untuk memastikan kepatuhan hasil pembangunan dengan ketentuan dokumen KKPR. Apabila ditemukan inkonsistensi, dilakukan pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan dalam KKPR dilakukan oleh pemerintah pusat dan dapat didelegasikan kepada pemerintah daerah. Hasil penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan dalam KKPR dituangkan dalam bentuk tekstual dan spasial.

b) Pemenuhan prosedur perolehan KKPR

Pemenuhan prosedur perolehan KKPR dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaku pembangunan/pemohon terhadap tahapan dan persyaratan perolehan KKPR, dengan ketentuan:

  1. apabila KKPR diterbitkan tidak melalui prosedur yang benar, maka KKPR batal demi hukum.
  2. apabila KKPR tidak sesuai akibat perubahan RTR, maka KKPR dibatalkan dan dapat dimintakan ganti kerugian yang layak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Penilaian pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang termasuk juga penilaian pernyataan mandiri pelaku UMK. Penilaian pernyataan mandiri pelaku UMK dilaksanakan untuk memastikan kebenaran pernyataan mandiri yang dibuat oleh pelaku UMK. Apabila ditemukan ketidaksesuaian maka akan dilakukan pembinaan.

7.2.2.Penilaian Perwujudan Rencana Tata Ruang

Penilaian perwujudan berupa penilaian perwujudan rencana struktur dan rencana pola ruang dilakukan terhadap:

  1. kesesuaian program
  2. kesesuaian lokasi
  3. kesesuaian waktu pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang

Penilaian perwujudan rencana struktur ruang dilakukan dengan penyandingan pelaksanaan pembangunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana terhadap rencana struktur ruang. Sedangkan penilaian perwujudan rencana pola ruang dilakukan dengan penyandingan pelaksanaan program pengelolaan lingkungan, pembangunan berdasarkan perizinan berusaha, dan hak atas tanah terhadap rencana pola ruang.

Hasil penilaian perwujudan rencana tata ruang berupa:

  1. muatan rencana struktur ruang/pola ruang terwujud
  2. muatan rencana struktur ruang/pola ruang belum terwujud
  3. pelaksanaan program pembangunan tidak sesuai dengan muatan rencana struktur ruang/pola ruang.

Penilaian Perwujudan rencana Tata Ruang dilakuakan secara periodik dan terus menerus yaitu 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dan dilaksanakan 1 (satu) tahun sebelum Peninjauan Kembali RTR.

7.3. ARAHAN INSENTIF DAN DISINSENTIF

Arahan insentif dan disinsentif adalah arahan yang diterapkan oleh pemerintah daerah provinsi untuk mendorong pelaksanaan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan rencana tata ruang dan untuk mencegah pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang.

Arahan insentif dan disinsentif berfungsi untuk:

  1. meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam rangka mewujudkan tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang;
  2. memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan rencana tata ruang; dan
  3. meningkatkan kemitraan semua masyarakat dalam rangka pemanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang.

7.3.1. Arahan Insentif

Arahan insentif adalah perangkat untuk memotivasi, mendorong, memberikan daya tarik, dan/atau memberikan percepatan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang memiliki nilai tambah pada zona yang perlu didorong pengembangannya.

Arahan insentif disusun berdasarkan:

  1. rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah provinsi, penetapan kawasan strategis provinsi;
  2. indikasi arahan zonasi sistem provinsi; dan peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.

Arahan insentif berupa:

  1. fiskal berupa pemberian keringanan pajak, retribusi dan/atau penerimaan negara bukan pajak; dan/atau
  2. non fiskal berupa pemberian kompensasi, subsidi, imbalan, sewa ruang, urun saham, fasilitasi persetujuan KKPR, penyediaan prasarana dan sarana, penghargaan, dan/atau publikasi atau promosi.

Arahan insentif meliputi:

  1. dari pemerintah provinsi kepada pemerintah daerah lainnya dapat berupa:
    1. pemberian kompensasi;
    2. pemberian penyediaan prasarana dan sarana;
    3. penghargaan; dan/atau
    4. publikasi atau promosi daerah.
  2. dari pemerintah provinsi kepada masyarakat dapat berupa:
    1. pemberian keringanan pajak dan/atau retribusi;
    2. subsidi;
    3. pemberian kompensasi;
    4. imbalan;
    5. sewa ruang;
    6. urun saham;
    7. fasilitasi persetujuan KKPR;
    8. penyediaan prasarana dan sarana;
    9. penghargaan; dan/atau
    10. publikasi/promosi.

7.3.2. Arahan Disinsentif

Arahan disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah dan/atau memberikan batasan terhadap kegiatan pamanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang dalam hal berpotensi melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Arahan disinsentif disusun berdasarkan:

  1. rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah provinsi, penetapan kawasan strategis provinsi;
  2. indikasi arahan zonasi wilayah provinsi; dan
  3. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.

Arahan disinsentif berupa:

  1. fiskal berupa pengenaan pajak dan/atau retribusi yang tinggi;
  2. non fiskal berupa:
    1. kewajiban memberi kompensasi/imbalan;
    2. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau
    3. Pemberian status tertentu.

Arahan disinsentif meliputi:

  1. dari pemerintah provinsi kepada pemerintah daerah lainnya dapat berupa pembatasan penyediaan sarana dan prasarana.
  2. dari pemerintah provinsi kepada masyarakat dapat berupa:
    1. pengenaan pajak dan/atau retribusi yang tinggi;
    2. kewajiban memberi kompensasi/imbalan; dan/atau
    3. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana.

7.4. ARAHAN SANKSI

Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran ketentuan kewajiban pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. Arahan sanksi merupakan perangkat atau upaya pengenaan sanksi administratif yang diberikan kepada pelanggar pemanfaatan ruang.

Arahan sanksi administratif berfungsi:

  1. untuk mewujudkan tertib tata ruang dan tegaknya peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang;
  2. sebagai acuan dalam pengenaan sanksi administratif terhadap:
    1. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW Provinsi;
    2. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat yang berwenang;
    3. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang; dan/atau
    4. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum.

Arahan sanksi administratif disusun berdasarkan:

  1. besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran pemanfaatan ruang;
  2. nilai manfaat pengenaan sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang; dan/atau
  3. kerugian publik yang ditimbulkan akibat pelanggaran pemanfaatan ruang.

Arahan sanksi administratif dapat berupa:

  1. Peringatan tertulis dilakukan melalui tahapan:
    1. penerbitan surat peringatan tertulis dari pejabat yang berwenang, memuat:
      • rincian pelanggaran dalam penataan ruang;
      • kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang; dan
      • tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan apabila tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf b.
    2. memberikan surat peringatan tertulis paling banyak 3 (tiga) kali;
    3. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan berupa pengenaan sanksi sesuai dengan kewenangannya.
  2. Penghentian sementara kegiatan dilakukan melalui tahapan:
    1. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis;
    2. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang;
    3. berdasarkan surat keputusan yang diterbitkan, pejabat yang berwenang melakukan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan
    4. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang.
  3. Penghentian sementara pelayanan umum dilakukan melalui tahapan:
    1. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis;
    2. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara pelayanan umum dengan memuat penjelasan dan rincian jenis pelayanan umum yang akan dihentikan sementara;
    3. berdasarkan surat keputusan yang diterbitkan, pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa pelayanan umum untuk menghentikan sementara pelayanan kepada orang yang melakukan pelanggaran; dan
    4. setelah pelayanan umum dihentikan kepada orang yang melakukan pelanggaran, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada orang yang melakukan pelanggaran sampai dengan terpenuhinya kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang.
  4. Penutupan lokasi dilakukan melalui tahapan:
    1. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis;
    2. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penutupan lokasi;
    3. berdasarkan surat keputusan yang diterbitkan, pejabat yang berwenang melakukan penutupan lokasi dengan bantuan aparat penertiban untuk melakukan penutupan lokasi secara paksa; dan
    4. setelah dilakukan penutupan lokasi, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan orang yang melakukan pelanggaran memenuhi kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang.
  5. Pencabutan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dilakukan dalam hal pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.
  6. Pembatalan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dilakukan dalam hal kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang tidak diperoleh dengan prosedur yang benar.
  7. Pembongkaran bangunan dilakukan melalui tahapan:
    1. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis;
    2. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pembongkaran bangunan; dan
    3. berdasarkan surat keputusan yang diterbitkan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  8. Pemulihan fungsi ruang dilakukan melalui tahapan:
    1. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis;
    2. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat perintah pemulihan fungsi ruang;
    3. berdasarkan surat perintah yang diterbitkan, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai ketentuan pemulihan fungsi ruang dan cara pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu;
    4. pejabat yang berwenang melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang;
    5. apabila jangka waktu tidak dapat dipenuhi orang yang melakukan pelanggaran, pejabat yang berwenang melakukan tindakan pemulihan fungsi ruang secara paksa; dan
    6. apabila orang yang melakukan pelanggaran dinilai tidak mampu membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang, pemerintah daerah dapat mengajukan penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah daerah atas beban orang yang melakukan pelanggaran tersebut di kemudian hari.
  9. Denda administratif dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif lainnya. Denda administratif dapat berupa denda progresif yang disyaratkan sampai pelanggar memenuhi ketentuan dalam sanksi administratif lainnya. Bentuk dan cara perhitungan denda administratif diatur lebih lanjut dengan peraturan kepala daerah.

 

Kerjasama